Jumat, 29 Mar 2024
  • TELAH DIBUKA!!! Penerimaan Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2024/2025 Gelombang 1 Periode Januari s.d Maret 2024. Info lengkap Chat WA 0859-1484-71171

“GHOSOB” (Mengkritisi Tradisi Negatif Pesantren)

sandalGhosob merupakan suatu tindakan di mana seseorang memakai barang seseorang tanpa izin. Namun tidak untuk diambil ataupun dimiliki. Sehingga ghosob merupakan tindakan yang hampir sama dengan mencuri. Namun kalau mengghosob barang, barang tersebut akan dikembalikan. Sedangkan hampir sama karena ghosob dan mencuri sama-sama mengambil barang orang tanpa seizin dari yang punya.

Ada beberapa permasalahan dalam ghosob ketika dikaitkan dengan merampok, mencuri, mencopet, dan sebagainya. Apakah ghosob itu sama dengan hal tersebut atau tidak. Hasyiah Qalyubi, menyatakan bahwa ghosob, sariqah, ikhtilas, dan sebagainya adalah sama. Dikarenakan karena kesemuanya itu berdasar illat yang sama, yakni adanya kedhaliman dan penganiayaan untuk mendapatkan hak orang lain. Jadi persamaan tersebut ditinjau dari aspek esensinya walaupun bentuk kesemuanya berbeda dari segi definitifnya.

Namun, ketika dikaitkan dengan kehidupan di lingkungan pondok pesantren di mana perilaku pinjam meminjam tanpa izin telah terbiasa apakah memang masuk dalam perilaku ghosob atau tidak. Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa setiap pengambilan manfaat dari suatu barang yang notabene milik orang lain tanpa seizin pemiliknya, hal tersebut sama hal dengan ghosob.

Dalam sebuah hadis nabi dijelaskan: Janganlah sekali-sekali salah satu di antara kamu semua mengambil kesenangan temannya secara sungguh-sungguh dan tidak juga secara senda gurau. Dan jika salah satu di antara mereka menemukan tongkat temannya maka hendaklah ia mengembalikan kepadanya. (H.R. Musnad Ahmad).

Hadis tersebut secara umum menjelaskan tentang larangan untuk mengambil  dan memanfaatkan  barang milik orang lain secara dholim baik secara senda gurau dalam maksud  main-main, tanpa berniat untuk memiliki dan menguasai barang tersebut maupun secara terang-terangan, yakni  memang berniat untuk menguasai dan memiliki barang tersebut. Sehingga sesuai hadis tersebut, secara tersirat ghosob terbagi menjadi dua, pertama mengambil barang milik orang lain dan kemudian menguasai dzat barang tersebut. Kedua mengambil barang milik orang lain tapi tanpa menguasai dzat barang tersebut, hanya mengambil manfaat barang tersebut dan kemudian dikembalikan lagi kemudian dilanjutkan, tentang perintah untuk mengembalikan barang-barang yang diambil secara dholim tersebut kepada pemiliknya.

Menurut riset yang pernah dilakukan tentang mengghosob sandal, ada beberapa santri menggosob karena beberapa faktor, di antaranya: Pertama, sandal pemilik sandal digosob. kemudian si pemilik sandal mulai menggosob sandal milik temannya, lalu temanya ini mengghosob sandal milik temannya lagi. Akhirnya muncullah interaksi ghosob menghosob antar santri bahkan antar ustadz. Kedua faktor yang menyebabkan santri menghosob adalah tidak punyanya sandal karena lagi krisis moneter, ini bisa dialami ketika santri berada di akhir bulan sehingga kiriman uang dari orang tuanya sudah habis dan belum mendapat kiriman lagi. Ketiga, karena faktor kepepet. Misalnya, ketika ada seorang santri yang mau pergi ke tempat yang lebih istimewa bersama seseorang yang special, ketika sudah berpakaian rapi dan harum, dia pun sudah siap untuk angkat kaki dari pondok. Tetapi ada satu hal yang mengganjal dalam hatinya, saat mau memakai sandalnya yang lumayan bermerek terkenal (Swallow). Tetapi, ketika melirik ke sebelas kanan ada sandal bagus yang berharga 100 ribu lebih mengganjal hati si santri. Akhirnya si santri menggunakan sandal bagus tersebut. Ketika melewati gerbang hati si santri terasa lega. Lalu dari arah belakang terdengar teriakan yang sangat lantang ”sandalku endi?” Akhirnya konflik ghosob menghosobpun dapat terjadi di saat itu.

Uniknya, menggosob ini merupakan suatu kebiasaan yang dianggap wajar. karena wajarnya mengghosob ini menjadi suatu tradisi oleh santri maupun para ustadz. Di mana  tradisi merupakan suatu kebiasaan yang turun menurun dan sangat sulit untuk dihilangkan. Namun sebenarnya di berbagai pondok pesantren pada umumnya, sangat membenci budaya ini dan berusaha semaksimal mungkin bagaimana agar budaya yang ada ini bisa di hilangkan. Di antara usaha itu misalnya; ada pondok yang sampai menamai setiap sandal santrinya. Ada lagi yang melubangi sandalnya sendiri-sendiri, bahkan ada pondok yang membelikan seluruh santrinya satu persatu sandal secara bersamaan dan lain-lain. Ini semua diharapkan agar setiap santri tidak akan ghosob menghosob sandal lagi dan tradisi ini agar secepat mungkin untuk dimusnahkan.

Komentar

Post Terkait

7 Komentar

umam, Minggu, 8 Feb 2015

mantap, hal biasa ni perlu diangkat memang,

ya walaupun pengalaman pribadi penulis kyay, hehe

Balas
    Fathurohim, Senin, 9 Feb 2015

    kritik untuk membangun hehe

    Balas
Yasser, Selasa, 10 Feb 2015

Ea terutama untuk mengkritik diri sendiri…
yang biasanya juga tidak bisa menghindar dari jebakan ghozob itu.. he
disinilah berlaku kaidah “MAN GHOZOBA GHUZIBA” singa sapa wonge tukang ghozob, ibg mongko bakal di ghozob…. heee,

Balas
    Fathurohim, Rabu, 11 Feb 2015

    siap ustadz,.. membangun diri sendiri memang lebih susah dari pada membangung untuk orang lain.

    Balas
Anonim, Selasa, 26 Mar 2019

1.5

Balas
Anonim, Jumat, 6 Des 2019

0.5

Balas
Anonim, Kamis, 29 Jul 2021

5

Balas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

KELUAR